Ikan patin merupakan ikan yang hidup
pada perairan tawar. Di akam, ikan patin sering ditemukan di perairan danau,
sungai, maupun waduk. Pada kegiatan budidaya ikan patin sering dipelihara pada
kolam maupun keramba jaring apung. Menurut Hariati (2010), bahwa habitat ikan
patin adalah di tepi sungai – sungai besar dan di muara – muara sungai serta
danau. Dilihat dari bentuk mulut ikan patin yang letaknya sedikit agak ke
bawah, maka ikan patin termasuk ikan yang hidup di dasar perairan. Ikan patin
sangat terkenal dan digemari oleh masyarakat karena daging ikan patin sangat
gurih dan lezat untuk dikonsumsi.
Ikan patin merupakan salah satu ikan
asli Indonesia dan menjadi salah satu komoditas unggulan di dunia perikanan
budidaya. Kegemaran masyarakat akan ikan patin terus meningkat sehingga
merupakan ikan yang banyak dibudidayakan. Di Indonesia ikan patin banyak
dibudidayakan di pulau Sumatera dan Kalimantan. Persebaran ikan patin saat ini
berada di Thailand, India dan Negara lainya. Menurut Hariati (2010), ikan patin
merupakan salah satui ikan asli Indonesia yang telah sukses di domestikasi dan
jenisnya sangat beragam. Oktavianti (2014), penyebaran ikan patin meliputi
Thailand, Burma, India, Taiwan, dan Malaysia.
Gambar 1. Budidaya ikan patin
Budidaya ikan patin yang dilakuak oleh
masyarakat Indonesia biasanya memanfaatkan kolam maupun keramba jaring apug
apabila budidaya dilakukan di perairan terbuka seperti danau maupun waduk.
Menurut Hariati (2010), pemeliharaan di kolam dilakukan antara 4 – 12 bulan
tergantung dari ukuran benih yang ditebar dan target konsemen. Benih yang
ditebar berukuran rata – rata 100 gram, maka pemeliharaan dilakukan sekitar 6
bulan. Ukuran ikan pada saat panen mencapai 500 – 600 gram per ekor
Menurut Setiawati et al., (2013) saat ini produksi ikan patin masih tergolong rendah
di bandingkan roduksi ikan lainya seperti ikan nila, lele, ikan mas, dan ikan
jenis lainya sehingga produktivitasnya perlu ditingkatkan. Peningkatan
produktivitas larva ikan patin diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan benih
yang pada akhirnya dapat meningkatkan produksi ikan patin konsumsi. Sebagai
gambaran, berdasarkan data data yang didapatkan dari KKP tahun 2012 kebutuhan
ikan patin konsumsi di Indonesia mencapai 155.000 ton/tahun, sedangkan produksi
ikan patin konsumsi di Indonesia masih 145.000 ton/tahun. KKP menargetkan
produksi benih ikan patin di Indonesia mencapai 319.300 ton. Peningkatan
produksi ikan patin konsumsi ini perlu didukung oleh ketersediaan benih. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk meningkatkan kelangsungan hidup
larva ikan patin agar didapatkan benih yang berkualitas dan kontinuitas
sehingga produksi di tingkat pembenihan meningkat. Sampai saat ini kelangsungan
hidup larva ikan patin bervariasi mulai dari 10% hingga 65%. Adanya variasi
pada nilai kelangsungan hidup larva ikan patin dapat disebabkan oleh penurunan
daya tahan tubuh ikan akibat stres. Ikan mengalami stres karena pada saat
pemeliharaan dilakukan padat penebaran tinggi.
Daftar Pustaka
Setiawati,
Mia., D. Putri, dan D. Jusadi. 2013. Sintasan dan pertumbuhan larva ikan patin
yang diberi Artemia mengandung vitamin C . Jurnal Akuakultur Indonesia, 12 (2):
136–143.
Hariati,
Etty. 2010. Potensi Tepung Cacing Sutera (Tubifex
sp.) Dan Tepung Tapioka Untuk Substitusi Pakan Komersial Ikan Patin (Pangasius hypophtalmus). [SKRIPSI].
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
No comments:
Post a Comment