Dampak dan Penanggulangan Eutrofikasi

Eutrofikasi menyebabkan kandungan nutrient berlebih pada suatu badan perairan. Hal ini dapat menyebabkan kerugian terutama pada proses budidaya di perairan umum seperti danau waduk maupun rawa. Kematian massal ikan akibat proses upwelling, eutrofikasi dan blooming algae setiap tahun terjadi di perairan di Indonesia dengan kerugian yang besar. Di Danau Maninjau pada Januari 2009 saja kerugian telah mencapai Rp 150 miliar dan menyebabkan kredit macet sebesar Rp 3,6 miliar. Kerugian ini akibat kematian ikan sekitar 13.413 ton dari 6.286 petak keramba jaring apung (KJA) dan menyebabkan 3.143 petani serta pekerja merugi.
Di perairan yang sangat kaya akan nutrient apabila mengalami eutrofikasi menyebabkan kandungan nutrient yang berlebih yang dapat mengakibatkan produksi plankton dapat menjadi sangat berlebihan. Spesies plankton tertentu muncul secara berkala dalam kuantitas yang sangat besar, yang sering dikenal sebagai “blooming algae”. Beberapa alga tertentu dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap di perairan, dan mengakibatkan konsekuensi yang sama jika perairan menerima material organik dari sumber-sumber pencemar, yaitu sejumlah besar oksigen dalam air terkonsumsi ketika sejumlah besar plankton yang mati berpindah ke dasar perairan dan terdegradasi. Defisiensi oksigen dapat mengurangi kehiupan bentik dan ikan. Jika perairan bentik menjadi de-oksigenasi, hidrogen sulfid (H2S) akan meracuni semua bentuk kehidupan di perairan. Akhirnya eutrofikasi berat dapat menimbulkan pengurangan sejumlah spesies tanama dan hewan di perairan.
Dampak yang disebabkan dari aktivitas manusia yang melepaskan fosfat serta bahan organik lain yang berlebihan adalah: penurunan kualitas air, estetika lingkungan, dan masalah navigasi perairan dan penurunan keanekaragaman organisme air. Senyawa produk yang dihasilkan bakteri anaerob seperti H2S dan komponen fosfor adalah senyawa yang mengeluarkan bau menyengat yang tidak sedap dan bersifat racun.yang dapat menyababkan kematian baik pada organisme maupun pada manusia. Beberapa penyakit akut dapat disebabkan oleh racun dari kelompok fitoplankton seperti Paralytic Shellfish Poisoning (PSP), Amnesic Shellfish Poisoning (ASP), dan Diarrhetic Shellfish Poisoning (DSP).
Efek dari eutrofikasi moderat pada perairan yang miskin nutrien tidak bersifat negatif justru akan menyebabkan perairan tersebut subur. Peningkatan pertumbuhan alga dan berbagai vegetasi dapat menguntungkan bagi kehidupan fauna akuatik. Salah satu contoh adalah produksi ikan meningkat. Jika eutrofikasi terus berlanjut, pertumbuhan plankton menjadi sangat lebat, sehingga menutupi perairan. Proses ini akan mengakibatkan gelap di bawah permukaan air, dan kondisi ini berbahaya bagi vegetasi bentik. Problem yang serius akibat eutrofikasi ditimbulkan oleh petumbuhan alga sel tunggal secara hebat, proses dekomposisi dari sel yang mati akan mengurangi oksigen terlarut. Tanaman akuatik (termasuk alga) akan mempengaruhi konsentrasi O2 dan pH perairan disekitarnya. Pertumbuhan alga yang pesat, akan menyebabkan fluktuasi pH dan oksigen terlarut menjadi besar pula. Hal ini akan menyebabkan terganggunya proses metabolik dalam organisme, yang akhirnya dapat menyebabkan kematian.
Secara singkat dampak eutrofiaksi di perairan dapat dirangkum sebagai berikut:
1.      Rusaknya habitat untuk kehidupan berbagai spesies ikan dan organisme air lainya. Kerusakan habitat akan menyebabkan berkurangnya biodiversitas di habitat akuatik dan terganggunya keseimbangan ekosistem.
2.      Konsentrasi oksigen terlarut turun akibat blooming algae maupun proses dekomposisi sehingga beberapa spesies ikan dan kerang tidak toleran untuk hidup.
3.      Rusaknya kualitas areal yang mempunyai nilai konservasi/ cagar alam margasatwa.
4.      Terjadinya “blooming algae” dan terproduksinya senyawa toksik yang akan meracuni ikan dan kerang, sehingga tidak aman untuk dikonsumsi masyarakat dan merusak industri perikanan. Pada masa kini hubungan antara pengkayaan nutrien dengan adanya insiden keracunan kerang di perairan pantai/laut meningkat
5.      Produksi vegetasi meningkat sehingga penggunaan air untuk navigasi maupun rekreasi menjadi terganggu. Hal ini berdampak pada pariwisata dan industri pariwisata.

Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 – 150 menit. Penyisihan fosfat dalam fluidized bed reactor (FBR) menggunakan pasir kuarsa dapat menghasilkan kristal struvite (MgNH4PO4). Penyisihan dengan kristalisasi ini dilakukan dengan aerasi kontinyu dan dapat mencapai efisiensi 80% dalam waktu 120 – 150 menit.
Penanggulangan yaang utama adalah dibutuhkan kebijakan yang kuat untuk mengontrol pertumbuhan penduduk (birth control). Karena sejalan dengan populasi warga bumi yang terus meningkat, berarti akan meningkat pula kontribusi bagi lepasnya limbah ke lingkungan air dari akibat aktivitas yang dilakukan manusia. Pemerintah juga harus mendorong para pengusaha agar produk detergen tidak lagi mengandung fosfat. Begitu pula produk makanan dan minuman diusahakan juga tidak mengandung bahan aditif fosfat. Di samping itu, dituntut pula peran pemerintah di sektor pertanian agar penggunaan pupuk fosfat tidak berlebihan, serta perannya dalam pengelolaan sektor peternakan yang bisa mencegah lebih banyaknya lagi fosfat lepas ke lingkungan air.

No comments:

Post a Comment

 

Popular Posts

Blog Archive

About