Teknik Pemijahan Ikan Guppy Lengkap

Ikan guppy (Poecilia reticulate) merupakan ikan hias air tawar yang banyak digemari karena memiliki warna dan bentuk tubuh terutama pada bagian ekor yang menarik. Harga ikan guppy sendiri berfariasi tergantung dari jenis, keindahan dan tempat dimana anda menjual ataupun membeli ikan guppy. Keunggulan ikan hias jenis ini dalam budidaya yaitu sifatnya yang mudah membiak karena masih tergolong ke dalam ikan seribu. Habitat asli ikan guppy di danau dan sungai berair tenang. Ikan ini bisa juga bertahan di air payau yang memiliki tingkat salinitas lebih tinggi.
Asal muasal ikan guppy yaitu dari wilayah Amerika Tengah dan Selatan. Masuk ke Indonesia sekitar tahun 1920-an sebagai ikan akuarium. Hingga saat ini ikan guppy terus berkembang baik di alam maupun dalam kegiatan budidaya
Ikan guppy digemari biasanya adalah ikan guppy jantan karena memang ikan jantan memiliki keindahan yang lebih di bandingkan ikan guppy betina. Ikan guppy betina memiliki warna yang kusam dan bentuk ekor yang lebih kecil dibangingkan ikan guppy jantan. Untuk kalangan penghobi ikan guppy banyak digunakan untuk hiasan aquarium termasuk juga sebagai ikan penghias aquascape.
Budidaya ikan guppy tidak memerlukan infrastruktur mahal bahkan terbilang sederhana. Berikut panduan dalam budidaya ikan guppy :

1.      Memilih indukan
Perbedaan jantan dan betina bisa diamati dari penampakan fisiknya dengan mudah. Perbedaanya ikan guppy betina dan jantan adalah ikan guppy betina bentuknya lebih membulat dengan warna yang cenderung kusam dan sirip ekornya kecil. Perut induk ikan guppy betina besar. Sedangkan ikan jantan memiliki warna yang kontras dan terang, tubuhnya lebih langsing dengan sirip yang lebar.
Indukan yang siap untuk dipijahkan minimal berumur 4 bulan. Warna dan bentuk ikan guppy sangat ditentukan oleh faktor genetis. Untuk mendapatkan hasil yang bagus pilihl indukan yang unggul. Selain itu, pembudidaya bisa juga mencoba-coba menyilangkan induk guppy untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik. Perbandingan jumlah induk betina bisa menggunakan dua induk betina untuk satu jantan.
Guppy jantan
 
Guppy betina
 

2.      Wadah budidaya ikan guppy
Besarnya wadah yang akan digunakan dalam kegiatan budidaya tergantung dari jumlah indukan yang akan dipijahkan. Untuk indukan dalam jumlah kecil dapat menggunakan aquarium kecil namun untuk pemijahan massal dapat menggunakan aquarium yang besar, bak semen, fiber maupun wadah lainya. Dalam wadah dapat ditambah aerator. Namun untuk budidaya yang saya lakukan tidak menggunakan aerator karena ikan guppy mampu bertahan pada air dengan kadar DO rendah.
Perlengkapan lain yang wajib yaitu sekat untuk indukan, karena biasanya induk guppy akan memangsa anakan yang baru saja lahir. Untuk sekat dapat mengunakan kaca maupun krem nyamuk. Yang penting bisa buat lewat anakan guppynya aja. Bila ada, bisa ditambah juga tanaman air untuk berlindung.
Ketinggian air menyesuaikan wadah yang digunakan, untuk massal ketinggian air disarankan tidak lebih dari 40 cm karena akan menyulitkan pada proses selanjutnya.

3.      Air budidaya
Kebanyakan website menyarankan untuk menggunakan air yang jernih dan bersih. Hal tersebut tidak sepenuhnya salah. Namun bagi saya air yang digunakan yang terpenting adalah tidak mengandung parasite maupun bakteri pathogen. Dapat pula menggunakan air kolam yang berwaena hijau. Malah menurut saya lebih bagus karena mengandung pakan alami untuk benih. Untuk menghilangkan bakteri maupun parasite dapat dilakukan penggaraman dengan dosis 200 gram/m3 air.

4.      Pemijahan ikan guppy
Setelah prosedur di atas siap semua, kemudian masukan induk betina dan jantan kedalam aquarium. Beri pakan indukan dengan makanan yang mengandung protein tinggi. berupa pellet maupun kutu air (Daphnia sp.). Hal yang perlu diperhatikan adalah suhu air, usahakan tetap hangat antara 25-30o C. Setelah kurang lebih 3 hari induk akan memijah. Namun induk jangan dulu diangkat, biarkan semua anakan lahir supaya tidak kerja dua kali.

5.      Pakan benih
Pakan yang diberikan umumnya merupakan pakan yang berukuran kecil yaitu kutu air maupun plankton. Namun apabila anda kesulitan dalam mencari pakan seperti yang saya alami. Anda dapat pula menggunakan pellet yang sudah dihaluskan sebagai pakan. Pakan tersebut saya berikan dua hari setelah benih lahir.

6.      Pendederan benih
Setelah anda yakin anakan guppy lahir semua, pisahkan indukan dengan benih. Biasanya saya mengangkat indukan dan membiarkan anakan berkembang di aquarium. Namun itu terserah pada kenyamanan anda bagaima.
Setelah sekitar satu bulan akan terlihat tanda-tanda ikan guppy yang lahir merupakan ikan jantan maupun betina karena ekor jantan biasanya akan lebih lebar. Kesuksesan pemijahan biasanya ditentukan oleh banyaknya ikan jantan yang dihasilkan. Maklum biasanya kan yang dijual ikan jantan.

Bagaimana menurut anda? Mudah bukan. Semoga bermanfaat

Pemanfaatan Sargassum Sebagai Antibakteri

Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki keanekaragaman sumber hayati laut yang sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam memenuhi berbagai kebutuhan hidup manusia seperti makroalga. Di Indonesia sendiri memiliki berbagai macam makroalga, salah satunya Sargassum sp. yang merupakan spesies alga cokelat. Alga ini termasuk dalam kelas Phaeophyceae. Sargassum sp. memiliki kandungan Mg, Na, Fe, tanin, iodin dan fenol yang dapat digunakan sebagai bahan antimikroba. Hal ini diperkuat oleh Bachtiar et al.,(2012) bahwa Sargassum sp. memiliki kandungan Mg, Na, Fe, tanin, iodin dan fenol yang berpotensi sebagai bahan antimikroba terhadap beberapa jenis bakteri pathogen yang dapat menyebabkan diare.
Habitat Sargassum sp. biasa ditemukan pada suhu sekitar 27°C - 29°C dengan kedalaman sampai 10m dan salinitas 32-33,5%. Hal ini diperkuat oleh Masri(2014) bahwa Sargassum sp. tumbuh subur pada daerah tropis dengan kedalaman 0,5-10 m, suhu perairan 27,25 °C - 29,30 °C dan salinitas 32-33,5 %. Tumbuh membentuk rumpun besar dengan panjang thalli utama mencapai 1-3 m. Umumnya alga ini tumbuh secara liar dan masih belum dimanfaatkan secara baik, bahkan sering dianggap sebagai sampah laut pada musim tertentu, sebab banyak yang hanyut di permukaan laut dan terdampar di pantai akibat tercabut atau patah akibat ombak yang besar atau karena perubahan musim.
Pemanfaatan Sargassum sp.  mengalami perkembangan pesat karena di Indonesia sebelumnya hanya dianggap sampah. Sargassum sp dapat digunakan sebagai bahan makanan, bahan bakar, kosmetik, obat-obatan, dan anti bakteri. Hal ini diperkuat oleh Yunianto et al.,(2014) bahwa keberadaan Sargassum sp.  khususnya di Indonesia masih belum mendapatkan perhatian lebih. Hal ini dapat ditunjukkan dari persepsi nelayan pencari ikan yang menganggap bahwa Sargassum sp. merupakan pengganggu dan sampah laut, karena pada musim tertentu banyak ditemukan hanyut di permukaan laut dan terdampar di pantai. Namun seiring bertambahnya waktu, pemanfaatan rumput laut khususnya Sargassum sp. mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari pemanfaatan senyawa bioaktif rumput laut Sargassum untuk berbagai macam keperluan seperti produksi makanan, bahan bakar, kosmetik seperti cream pelembab muka, obat-obatan, suplemen maupun pigment dan anti bakteri.

Daftar Pustaka

Bachtiar, Subchan Yusuf, Wahju Tjahjaningsih dan Nanik Sianita. 2012. Pengaruh Ekstrak Alga Cokelat (Sargassum sp.) Terhadap Pertumbuhan BakterI Escherichia coli. Journal of Marine and Coastal Science, 1(1) : 53 – 60
Masri, Mashuri. 2014. Identifikasi Molekuler Bakteri Penghasil Enzim L-Asparaginase Dari Alga Coklat Sargassum Sp. Jurnal Teknosains, 8 (2) : 241 – 253
Yunianto, Hendi Perdian, Ita Widowati, Ocky Karna Radjasa. 2014. Skrining Antibakteri Ekstrak Rumput Laut Sargassum Plagyophyllum Dari Perairan Bandengan Jepara Terhadap Bakteri Patogen Enterobacter, Pseudomonas aeruginosa DAN Staphylococus aureus. Journal Of Marine Reseach, 3(3) :  165-172

Padat Tebar Ikan Lele

Penebaran pembenihan merupakan upaya menempatkan ikan ke dalam wadah budidaya dengan kepadatan tertentu. Jumla benih yang fitebar harus mempertimbangkan kepasitas wadah pemeliharaan yang mampu menampung dari biomassa ikan yang di hasilkan. Dalam penebaran benih, juga perlu memperhatikan waktu tebar, kepadatan, dan cara penebaran. Padat penebaran pembenihan merupakan jumlah (biomasa) benih yang di tebar per satuan luas atau volume. Biasanya, padat penebaran di tentukan oleh jenis dan kapasitas produksi ikan, target ukuran panen ikan dan target kelangsungan hidup (Hendiriana, 2010).
Menurut Shafrudin et al., (2006) turunnya tingkat kepadatan penebaran menyebabkan kualitas air media pemeliharaan tetap dalam kondisi yang baik. Sehingga upaya pemanfaatan pakan yang diberikan juga optimal dan benih ikan lele dumbo juga mengalami peningkatan pertumbuhan. Akan tetapi, perbedaan padat penebaran ikan ternyata tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap laju pertumbuhan pada masing-masing tingkat kepadatan. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada laju pertumbuhan spesifik memperlihatkan bahwa selama pemeliharaan kebutuhan ikan akan pakan dan lingkungan terpenuhi. Intensifikasi budidaya dapat berhasil tanpa menurunkan laju pertumbuhan apabila dilakukan pengawasan terhadap empat faktor lingkungan yaitu suhu, pakan, suplai oksigen dan limbah metabolisme.

Padat tebar 100 ekor/m­2 menghasilkam produksi yang tinggi, karena semakin tinggi padat tebar semakin tinggi pula produksinya. Ukuran ikan pada padat tebar ini tidak seragam di bandingkan dengan pada padat tebar yang lebih rendah. Hal ini di sebabkan karena semakin tinggi padat tebar semakin tinggi pula kompetisi dalam memperoleh pakan dan ruang gerak (Hermawan et al., 2012)

Daftar Pustaka
Hendirana, Andi. 2010. Pembesaran Lele Di Kolam Terpal
Hermawan, Andry Tri., Iskandar, dan Ujang Subhan. 2012. Pengaruh Padar Tebar Terhadap Kelangsungan Hidup Pertumbuhan Lele Dumbo (Clarias garipinus burch.) Di Kolam Kali Menir Indramayu. Jurnal Perikanan dan Kelautan, 3(3) :85-93
Shafrudin, D., Yuniarti, dan M. Setiawati. 2006.  Pengaruh Kepadatan Benih Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Terhadap Produksi Pada Sistem Budidaya Dengan Pengendalian Nitrogen Melalui Penambahan Tepung Terigu.  Jurnal Akuakultur Indonesia, 5(2): 137-147
 

Popular Posts

Blog Archive

About