Ciri-ciri dan Kelas Cnidaria

Ø  Pengertian Cnidaria  berasal dari bahasa Yunani "cnidos" yang berarti "jarum penyengat". Cnidaria coelenterate merupakan hewan avertebrata yang memiliki kemampuan menyengat karena  memiliki tentakel yang dilengkapi dengan sel cnidosit, sel khusus yang berfungsi dalam pertahanan diri dan menangkap mangsa. Cnidosit mengandung nematosit, yaitu benang bersengat yang dapat ditembakkan keluar untuk menyengat hewan lain.
Ø  Cnidaria memiliki rongga gastrovaskuler dalam tubuhnya, rongga ini hanya memiliki satu lubang yang berfungsi sebagai mulut dan sekaligus anus di sebut pula manus.
Ø Pencernaan secara intraseluler dan ekstraseluler.
Ø  Belum mempunyai alat ekskresi dan respirasi serta darah. Respirasi dan ekskresi melalui difusi sederhana.
Ø  Sistem saraf berupa sitem syaraf yang menyebar.
Ø  Tubuh mereka terdiri atas mesoglea, suatu bahan tak hidup yang mirip jeli, terletak di antara dua lapisan epitelium yang biasanya setebal satu sel.
Ø  Memiliki pergantian fase keturunan. Bereproduksi secara seksual dan aseksual.
Ø  Fertilisasi terjadi secara eksternal, zigot memanjang bersilia berkembang menjadi planula.
Ø  Mereka memiliki dua bentuk tubuh dasar medusa dan polip, keduanya simetris radial dengan mulut dikelilingi oleh tentakel berknidosit.
Ø  Polip merupakan bentuk cnidaria yang menempel (sessile) pada substrat tertentu dan tidak dapat bergerak bebas. Sedangkan medusa merupakan bentuk bebas dimana cnidaria dapat bergerak mencari makan di perairan. Medusa umumnya berbentuk seperti payung yang meluncur di dalam air. Beberapa cnidaria memiliki bentuk polip lebih dominan daripada medusa, dan yang lain memiliki bentuk medusa lebih dominan daripada polip.
Ø  Bentuk tubuh, Radial simetris, hewan multisel diploblastik dengan jaringan terorganisasi.
Ø  Habitat di sebagian besar perairan laut yang hidup secara berkoloni dan bebrapa di air tawar, air tawar yang hidup soliter.
Ø  Tubuh terdiri dari 3 lapisan yaitu ektoderm yaitu lapisan luar yang terdapat nematosit, mesoglea yaitu lapisan tengah yang mirip jelly, dan endoderm yaitu lapisan dalam yang terdapat gastrovasikular.
Ø Nematosit pada lapisan ektoderm ini lebih berfungsi untuk membela diri (menyengat mangsa atau musuhnya) dan juga untuk membantu menangkap makanan, untuk bergerak dan melekat pada substrat.
Ø Banyak cnidaria memangsa organisme yang berukuran dari plankton hingga binatang yang berukuran beberapa kali lebih besar dari mereka sendiri, tetapi banyak dari mereka mendapatkan nutrisi dari alga endosimbiotik, dan ada yang bersifat parasit.
Ø  Filum cnidarian di bagi menjadi beberapa kelas yaitu hydrozoa, scyphozoa, cubozoa, dan anthozoa.
1.      Hydrozoa
·        Hydrozoa (dalam bahasa Yunani Hydro = air, zoa = hewan). Jadi, Hydrozoa adalah hewan yang sebagian besar hidupnya di air. Sebgaian besar memiliki pergeliran bentuk polip dan medusa dalam siklus hidupnya namun umumnya bentuk polip lebih dominan  daripada medusa
·        Pada awal pertumbuhannya, larva akan tumbuh menjadi polip, kemudian polip akan menghasilkan medusa yang berenang bebas di lautan.
·        Ukuran tubuhnya sangat kecil dan mirip tumbuhan.
·        Kelas Hydrozoa memiliki anggota yang kebanyakan hidup di laut dan berkoloni, kadang-kadang ada yang soliter, dan ada juga yang hidup di air tawar.
·        Contoh anggota kelas ini adalah Hydra sp., Obelia sp., dan Physalia sp.

2.      Scyphozoa
·        Scyphozoa (dalam bahasa Yunani, scypho = mangkuk, zoa = hewan) kelas Scyphozoa dikenal sebagai the true medusae (medusa sejati) atau jelly fish (ubur-ubur).
·        Memiliki dua fase dalam hidupnya yaitu fase polip dan medusa. Fase medusa sangat dominan dan fase polip tidak ada atau mereduksi. Bentuk tubuhnya seperti parasut atau payung yang melayang-layang di laut. Medusa umumnya berukuran 2 – 40 cm.
·        Reproduksi dilakukan secara aseksual dan seksual. Polip yang berukuran kecil menghasilkan medua secara aseksual.
·        Memiliki lapisan mesoglea yang tebal dan dapat digunakan sebagai sumber nutrien.
·        Contoh kelas ini antara lain Aureliasp., Pelagia sp., Stomolopus sp., dan Chrysauna quinquecirrha.

3.      Cuboza
·   Cubozoa memiliki bentuk medusa yang agak berbentuk kotak, tidak setangah lingkaran seperti ubur-ubur.
·        Cubozoa memiliki kumpulan mata pada tentakelnya.
·        Cubozoa adalah perenang yang sangat kuat dan memiliki racun yang sangat kuat. Beberapa spesies mampu menyengat yang membunuh manusia dalam beberapa menit.

4.      Anthozoa
·        Anthozoa (dalam bahasa Yunani Anthus = bunga, zoa = hewan) memiliki banyak tentakel yang berwarna-warni seperti bunga di sebut juga anemone laut.
·        Tidak memiliki bentuk medusa, hanya bentuk polip. Polip Anthozoa berukuran lebih besar dari kelas lainnya.
·        Tubuh anthozoa berbentuk silinder pendek dan pada salah satu ujungnya terdapat mulut yang dikelilingi tentakel.
·        Memiliki mulut yang terbuka secara tidak langsung, tetapi melalui faring yang menghubungkannya ke dalam rongga gastrovaskuler. Rongga tersebut memiliki sekat-sekat yang disebut mesentris. Di dalamnya juga terdapat nematosis yang berfungsi mengeluarkan racun untuk melumpuhkan mangsa.
·        Hidup di laut dangkal secaa berkoloni.
·        Bereproduksi secara aseksual dengan tunas dan fragmentasi, serta reproduksi seksual menghasilkan gamet.
·        Anemon adalah anthozoa yang menempel ada substrat tertentu dan memiliki tentakel yang dapat menyengat. Beberapa jenis ikan, seperti ikan badut telah mengembangkan kemampuan untuk tahan terhadap sengatan anemon laut yang beracun.

Manajemen Wadah Budidaya Belut

Penggunaan media yang lazim dalam budidaya ikan biasanya menggunakan kolam tahan, terpal, maupun kolam tembok. Untuk budidaya belut dapat di lakukan pada media tersebut kecuali kolam tanah. Penggunaan drum atau tong dapat menjadi solusi lain dalam budidaya belut. Menurut Hiroshi (2014), ada beberapa macam tempat yang dapat digunakan untuk untuk budidaya belut di air bersih (air bening) tanpa lumpur di antaranya: kolam permanen (bak semen), bak plastik, tong (drum). Dalam Budidaya Belut dengan menggunakan media lumpur dalam wadah/tempat dan ruangan 5X5 meter, hanya bisa dibuat untuk 1 kolam saja berbeda dengan budidaya belut diair bersih dengan wadah dan Ruangan 5X5 meter, bisa dikembangkanya 3 Kali lipat dari wadah budidaya itu sendiri, karena dalam budidaya air bersih kita hanya memerlukan ketinggian air 30 Cm, maka tempat budiaya kita bisa tingkat menjadi 3 susun.
Hal yang perlu di perhatikan dalam menggunakan media dru adalah harus terbebas dari bahan kimia. Selain itu di butuhkan pula drum kuat dan tahan lama supaya tidak sering berganti wadah. Menurut Roy (2006), faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan kolam dengan wadah drum adalah jenis dan bahan drum yang digunakan. Drum yang dipakai sebagai tempat pembudidayaan belut sebaiknya terbuat dari plastic atau kaleng. Namun, untuk drum kaleng usahakan dicat terlebih dahulu untuk menghilangkan bau zat kimia atau bau karat yang mungkin masih ada di dalam drum. Standar ukuran drum yakni 60 cm dalam kondisi rebah dan batas antar sudutnya 5 cm.
Selain hal tersebut, hal yang perlu di perhatikan adalah kekuatan dari drum yang akan di gunakan karena apabila drum mudah mengalami kebocar maka air akan berkurang dan pasokan oksigen dapat berkurang. Menurut Junariyata (Tt), salah satu kriteria wadah pembesarah adalah kuat dan tidak mudah bocor. Volume air sangat vital bagi kenyamanan belut. Untuk itu, pastikan wadah yang di gunakan kuat dan tidak mudah bocor sehingga tidak terjadi pengurangan volume air tanpa diketahui.
Perawatan wadah budidaya perlu di lakukan setalah pemanenan. Drum perlu di bersihkan dari lumut serta sisa pakan dan endapan yang ada di dalamnya sebelum di gunakan kembali. Wadah budidaya yang terawatt dan bersih akan menguntungkan dalam proses budidaya karena belut tidak mudah mati dan pertumbuhanya cepat.

Daftar Pustaka
Hiroshi, Agi. 2014. Cara Budidaya Belut Air bersih dalam alamikan.com di akses tanggal 25 Juni 2015
Junariyata, M Fajar. Tt. Panen Belut 3 Bulan di Media Air Bening Tanpa Lumpur
Roy, Ruslan. 2006. Petunjuk Praktis Beternak Belut. PT Agromedia Pustaka. Jakarta

Manajemen Pakan Budidaya Belut

Pakan merupakan faktor yang sangat penting dalam proses budidaya karena keberadaanya akan mempengaruhi perkembangan belut. Pakan yang bagus dan berkualitas akan membuat belut cepat berkembang dan masa panen dapat di perpendek. Seperti yang sudah di bahas sebelumnya bahwa belut merupakan hewan karnivora. Keberadaan pakan yang kurang dapat menimbulkan sifat kanibalisme dan perkembanganya lambat. Menurut Agromedia (2008), makanan atau pakan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan belut. Karena itu, untuk merangsang pertumbuhan yang optimal diperlukan jumlah dan mutu pakan dalam keadaan cukup serta sesuai kondisi perairan. Belut termasuk hewan karnivora yang suka memangsa hewan lain yang berukuran lebih kecil. Bahkan, pada kondisi tertentu terutama bila ketersediaan pakan kurang, belut bisa saling memangsa, alian menjadi kanibal.
Belut menyukai pakan alami yang bernutrisi tinggi karena merupakan hewan karnivora. Pakan alami belut dapat berupa keong, kerang, maggot (belatung), kepiting dan lain sebagainya. Pemberian pakan sebaiknya di lakukan pada sore hari karena belut merupakan hewan yang aktif di malam hari. Pemberian pakan belut harus sesuai dengan kebutuhan yang di dasarkan pada usianya. Menurut Warisno dan Dahana (2010), larva dan bibit belut membutuhkan makanan berukuran kecil yang sesuai dengan ukuran mulutnya. Beberapa makanan yang cukup baik untuk larva bibit antara lain cacing sutra, kutu air (daphnia), jentik nyamuk, kultur insuforia, dan berbagai jenis plankton.
Setiap jenis pakan memiliki cara pemberian yang berbeda. Pakan berupa bekicot sebaiknya di rebus terlebih dahulu untuk membuang lendirnya serta mempermudah mencongkel dagingnya. Jika menggunakan yuyu atau kepiting sawah sebagai pakan sebaiknya kaki-kainya di buang dan badanya di belah. Sementara itu, untuk cacing dan kecebong dapat langsung di berikan. Untuk menambah nafsu makan belut dapat di berikan temulawak. Caranya dengan menumbuk 200 gram temulawak memudian di rebus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan tersebut di tuang ke dalam kolam pembesaran. Jangan sekali-sekali memasukan air panas karena bisa mengakaibatkan belut stress dan mati (Agromedia, 2008).
Selian menggunakan pakan alami, untuk belut dapat pula di beri pakan buatan meskipun saat ini belum ada pakan yang khusus untuk belut. Menurut Warisno dan Dahana (2010) pakan yang baik untuk nelut adalah pakan yang kandungan nutrisinya lengkap. Kombinasi dari dua pakan atau lebih akan menghasilkan pakan baru dengan kandungan nutrisi yang lebih lengkap. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pakan campuran ikan teri dan keong sawah dapat menghasilkan pertumbuhan belut yang lebih baik daripada kedua pakan yang diberikan sendiri-sendiri. Pelet merupakan kombinasi dari berbagai jenis bahan yang di keringkan agar awet. Kombinasi nutrisi pada pelet biasanya sudah cukup lengkap memenuhi kebutuhan ikan dan masing-masing ikan menggunakan pelet yang berbeda. Sampai saat ini, beum ada pelet yang benar-benar di khususkan untuk belut, namun pelet lele dapat di gunakan sebagai salah satu alternatif untuk belut.

Daftar Pustaka
Agromedia, Redaksi. 2008. Budidaya Belut di Pekarangan Rumah. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Budidaya Belut Sawah dan Rawa Di Kolam Intensif dan Drum. Lili Publisher. Yogyakarta 

Manajeman Lingkungan/Air Budidaya Belut

Pembudidayaan belut menggunakan air bersih berbeda di bandingkan dengan menggunakan lumpur. Salah satu keuntungan menggunakan media air bening adalah pasokan oksigen lebih banyak sehingga penebaran benih akan lebih banyak. Untuk menjaga kandungan oksigen terlarut di dalam air harus terdapat peergantian dan aliran air. Menurut Agromedia (2008), selain pakan, pengaturan air termasuk kunci sukses pembudidayaan belut. Belut termasuk produsen gas yang aktif, sehingga pergantian air secara teratur merupakan suatu keharusan. Sirkulasi air yang baik menjamin tersedianya pasokan oksigen terlarut bagi perkembangan belut. Karena itu, lubang sirkulasi air dan lubang pembuangan kelebihan air menjadi syarat utama kolam pemeliharaan belut.
Selain aliran air yang harus di jaga konsisinya, kondisi perairan juga harus tetap di pantau karena belut akan mengalami stress apabila kondisi lingkunganya tidak sesuai. Lingkungan yang baik akan menghasilkan belut yang berkualitas unggul serta tahan terhadap penyakit. Penggunaan air bening akan mempermudah pengontrolan perkembangan belut. Menurut Roy (2006), air berkaitan erat dengan pH air dan mineral yang di kandung di dalamnya. Derajat keasaman atau pH air yang ideal bagi belut adalah 5-7. Sementara itu, kandungan mineral di dalam air harus benar-benar alami, artinya terbebas dari bahan pencemar seperti minyak atau limbah.
Menurut Hiroshi (2014), dalam budidaya belut air yang digunakan harus selalu dikontrol dengan suhu optimal 25-28 derajat C, air yang tidak mengandung zat-zat kimia berbahaya, kolam harus ada sirkulasi air walau dengan debit yang sangat kecil (ada yang masuk dan ada yang keluar). Jika kolam budidaya belut tidak ada sirkulasi air dan pembuangan, air akan cepat kotor/keruh, maka kita harus sering mengganti air paling tidak selama 2 atau 3 hari sekali

Daftar Pustaka
Agromedia, Redaksi. 2008. Budidaya Belut di Pekarangan Rumah. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Hiroshi, Agi. 2014. Cara Budidaya Belut Air bersih dalam alamikan.com di akses tanggal 25 Juni 2015
Roy, Ruslan. 2006. Petunjuk Praktis Beternak Belut. PT Agromedia Pustaka. Jakarta

Manajemen Kesehatan Budidaya Belut

Pembesaran belut yang menggunakan air bening memiliki keuntungan lain yaitu mudah dalam pengontrolanya. Apabila ada belut yang sakit ataupun mati akan mudah terlihat dan dapat segera di ambil untuk di pisahkan. Penyakit yang menyerang belut umumnya adalah penyakit di timbulkan karena bakteri dan parasite lainya. Menurut Warisno dan Dahana (2010), penyakit parasite adalah penyakit-penyakit yang di sebabkan mikroorganisme, seperti jamur, bakteri atau cacing mikro. Penyakit parasite sangat berbahaya karena cepat menular dan dapat mematikan belut secara cepat. Beberapa penyakit yang sering menyerang belut seperti penyakit bintik putih, irichodiniasis, lerneasis, argulensis, cacar, saprolegniasis, achiyasis, aphanomyciosis, dan bisul.
Penyakit sering muncul akibat penanganan yang kurang tepat. Cara pemeliharaan yang salah akan menimbulkan parasit muncul pada perairan. Menurut Agromedia (2008), umumnya penyakit muncul jika penanganan belut tidak tepat. Contohnya penanganan yang tidak tepat di antaranya pemberian pakan terlalu banyak, kepadatan terlalu tinggi, kualitas air kolam terlalu subur akibat kandungan bahan organik, serta rendahnya kandungan oksigen.
Pakan yang di berikan harus tepat tidak boleh terlalu banyak maupun terlalu sedikit, pakan yang terlalu banyak akan mengendap dan terurai menjadi bahan organik sementara pakan yang terlalu sedikit dapat mengakibatkan kanibalisme. Menurut Agromedia (2008), belut terluka akibat kanibalisme. Pada fase dan masa tertentu belut sangat agresif dan menjadi kanibal. Penggunaan air bening dapat menekan angka kanibalisme dan mudah dalam pengontrolanya.

Daftar Pustaka
Agromedia, Redaksi. 2008. Budidaya Belut di Pekarangan Rumah. PT Agromedia Pustaka. Jakarta
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Budidaya Belut Sawah dan Rawa Di Kolam Intensif dan Drum. Lili Publisher. Yogyakarta 

Proses Produksi Budidaya Belut

Proses produksi dalam pembesaran belut di mulai dari proses pemilihan benih yang unggul. Untuk produksi dengan menggunakan air bening bibit unggul di perlukan supaya dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya yang tidak seperti pada habitat aslinya. Menurut Hiroshi (2014) bibit unggul belut memiliki ciri-ciri bibit belut harus terlhat sehat dan berkualitas, terlihat agresif dan lincah, penampilan yang sehat di cirikan dengan tubuh kerah dan tidak lemas saat di pegang, serta ukuran bibit seragam dan di karantina terlebih dahulu.
Proses yang selanjutnya di lakukan dalam budidaya belut dalam ait bersih adalah persiapan pakan serta wadah budidayanya. Pakan sangat di butuhkan karena merupakan faktor yang menentukan keberhasilan perkembangan belut. Pakan yang di gunakan dapat berupa pakan alami maupun pakan buatan. Menurut Hiroshi (2014) jika pemberian pakan belut kurang maka akan menimbulkan sifat kanibalisme pada belut yang akan menimbulkan kerugian. Selain itu, kekurangan pakan akanmenghambat pertumbuhan. Pada wadah budidaya berupa drum di perlukan beberapa perlakuan seperti membersihkanya dari karat apabila yang di gunakan berupa drum besi serta pembuatan lubang pada sisi drum. Menurut Roy (2006), lahan sempit tidak menjadi masalah dalam proses budidaya karena lahan sempit dapat di jadikan tempat budidaya bahkan hewan licin ini dapat di budidayakan dalam tong atau drum
Masa produksi belut adalah selama 2 sampai 4 bulan tergantung pada perkembanganya hinggal ukuran konsumsi. Menurut Warisno dan Dahana (2010), pembesaran belut mencapai puncaknya setelah 4 bulan. Pada saat tersebut, belut siap di panen karena sudah mencapai ukuran konsumsi. Pemenenan harus di lakukan dengan baik karena menghasilkan limbah yang cukup banyak jika menggunakan media lumpur.

Daftar Pustaka
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Budidaya Belut Sawah dan Rawa Di Kolam Intensif dan Drum. Lili Publisher. Yogyakarta
Hiroshi, Agi. 2014. Cara Budidaya Belut Air bersih dalam alamikan.com di akses tanggal 25 Juni 2015
 

Popular Posts

Blog Archive

About